Tuesday, October 18, 2011

Bencana Di Timika

Kalau negara NKRI dibilang mengahadapi bencana siap pecah saya setuju, karena sistim aturannya diciptakan agar yang kaya menindas yang miskin, sehingga setiap saat dapat menimbulkan kerusakan dan pemberontakan, sebagai contoh seperti diperbatasan Malaysia di negara bagian sabah dimana ke tiga kecamatan di NKRI siap memisahkan diri untuk bergabung dengan Malaysia, sebab yang manjadi dasar keresahan tersebut adalah pada pokoknya hanya masalah perut;

Coba bayangkan saja pemerintah di daerah jakarta saja menentukan UMP hampir sama dengan orang yang hidup di kolong jembatan, padahal pekerja rata-rata berpendidikan, bahkan penghasilan mereka lebih rendah dari pengasilan tukang minta-minta di lampu merah, yang rata-rata penghasilan pertengah hari mereka sebesar antara Rp. 40.000,- s/d 60.000,-;

Sedangkan disatu sisi dari kelompok pengusaha yang nota-bene mengusai semua bentuk usaha dari hulu hingga ke hilir yang juga dikuasai dari kelompok etnis tertentu jelas yang paling bahagia disemua lini kehidupan, sedangkan pemerintah sendiri baik langsung maupun tidak langsung mendukung mereka didalam menciptakan pola hidup komsumtip, apalagi ditambah negara gudang koruptor mankin rusak saja NKRI ini;

Maka jika keadaan tersebut terus dipelihara, orang-orang yang mayoritas miskin akan menjadi miskin lagi, karena hanya bisa mencari nafkah untuk pribadinya saja, tidak termasuk untuk Isteri dan anaknya bahkan untuk memeperoleh penghidupan yang layak sekalipun mereka tidak bisa, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang terjadi adalah, mereka terpaksa, jual harga diri (nama Tuhan), jual rumah sendiri, dan jual diri;

Jadi wajar saja orang Timika meminta upah menurut standar dunia, karena kehidupan yang diciptakan disana oleh pemerintah adalah menurut standar dunia bahkan jauh lebih tinggi dari Jakarta;

Sebagai bukti biaya hidup di Papua adalah sangat tinggi, contohnya, kalau kita beli ikan kakap di jakarta dengan uang lima puluh ribu kita bisa dapat 3 ekor tapi kalau di Papua hanya dapat satu ekor saja dalam ukuran yang sama, dan itu akan lebih fatal lagi kalau kita beli beras, minyak, semen dll di Papua jelas harganya alahiim gambreng, dan saya yakin dengan UMP jakarta saja tidak akan mencukupi untuk kebutuhan hidup pribadi buruh di Papua apalagi dengan UMP Papua, lah orang jakarta saja dengan UMP yang ada tidak cukup.

Kalau di jaman orba, pemerintahannya bejad tapi peraturannya diperbaiki dan masih melindungi para pekerja, tapi pada jaman reformasi ini selain orang yang bejad mankin bertambah peraturannyapun mankin rusak, karena pekerja atau buruh hanya bisa minta keadilan sama Tuhan bukan kepada pemerintah, ya habis pemerintah pusatnya dan wakil rakyat hanya sibuk ribut bagi bagi kue, hahahaha...;

Sehingga dengan kondisi tersebutlah dengan ditambah kebutuhan ekonomi yang semankin mencekik, dapat menyebabkan buruh atau pekerja berteriak, dan itupun tidak saja terbatas pada Papua atau Timika tapi bisa saja terjadi disetiap provinsi di Indonesia;